Langsung ke konten utama

Surat dari Calon Guru di Masa Depan




Juli, 2020

Dari         : Calon Guru di Masa Depan
Untuk     : Calon Siswa di Masa Depan

Kurang lebih tiga tahun yang lalu saat aku masih berusia 17, dan memutuskan untuk melanjutkan konsentrasi pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Dulu, aku merasa bahwa menjadi seorang guru di masa mendatang akan sangat indah. Aku dengan setelan pakaian yang rapi, tatanan rambut yang tergerai, heels yang tidak terlalu tinggi, dan goresan lipstik dan make up untuk membuatku terlihat bersahaja. Berdiri di hadapan semua siswa dengan senyuman dan performa terbaik.

Lalu, aku akan membawamu menuju lingkup Matematika yang banyak dibenci anak muda pada hampir setiap zaman. Ini berat, karena kamu sudah terlalu banyak men-judge yang macam – macam tentang dia. Menganggap bahwa Matematika adalah musuh bebuyutan, tapi mau bagaimana lagi? Wajib hukumnya untuk melihatnya di setiap tingkat bangku sekolahmu.

Tak masalah. Butuh waktu untuk menyukai nya. Di masa mendatang aku akan mencoba yang terbaik untuk membantu mu. Ini sama sekali bukan poin yang membuatku berpikir jauh sebelum kemudian sesuatu menyadarkan ku.

Tentang bagaimana saat ini sangat sulit menemukan rasa hormat bagi seorang guru. Di kelas magang, aku temukan bagaimana siswa di masa kini mencemooh seorang guru bahkan di hadapannya sendiri. Bermain gadget saat gurunya menerangkan dengan sungguh – sungguh. Tidak peduli dengan teguran guru. Membuatku bergidik, terkejut dan terluka sekaligus.

Di masa ku dulu, saat aku masih memakai setelan putih merah, putih biru, bahkan hingga putih abu – abu, guru adalah sosok yang paling ku segani. Menyapa guru ketika tak sengaja berpapasan di jalan, pasar, gereja, dimanapun. Jika tidak berani menyapa guru yang terkenal killer alias horor, lebih baik rasanya menyembunyikan diri sebelum bertatap mata dengan beliau.

Kebanyakan siswa di masa kini menggaungkan kata – kata ini: “Jangan disamakan dong, murid sekarang dengan murid zaman dulu!”. Saat ini, banyak siswa yang seenaknya melewati guru tanpa menyapa. Lupakan soal menyapa, beberapa memilih untuk sengaja meng-gas motor mereka saat melewati guru. Sedih mendengarnya. Bahkan beberapa guru, khususnya guru yang sudah tua mengaku menyerah dengan sikap siswa saat ini.

Kemajuan zaman mungkin membuat siswa masa kini merasa bahwa mereka canggih, hebat dan bisa melakukan apapun. Contoh kecilnya: segala bentuk tugas bisa dicari dengan mengandalkan unsur tak kasat mata: “internet”. Sepele. Inilah yang kebanyakan siswa lakukan saat ini, bahkan saat guru berupaya memberikan yang terbaik.

Aku tidak mau menyalahkan teknologi atau apapun untuk saat ini, karena ini adalah konsekuensi dari maraknya revolusi dalam aspek kehidupan manusia. Aku hanya ingin melihat siswa saat ini sebagai manusia yang masih memiliki hati.

Namun, aku belum sepenuhnya mampu menasehatimu, siswa di masa ini. Aku masih duduk di bangku perkuliahan dan perlu menyelesaikan studi ku terlebih dahulu agar benar – benar berhak menegurmu.
Jadi, untuk calon siswa ku di masa mendatang.. Aku ingin mengatakan beberapa hal. Anggap saja ini suratku untukmu dari masa depan.

Hargai lah mereka yang memilih untuk mengabdi dan mendidik mu. “Ah, itu sudah tanggung jawab mereka! Guru memang ya begitu. Toh, mereka mendapatkan gaji”. Kamu hanya belum tahu di luar sana masih banyak guru yang gajinya tidak sebesar yang kamu bayangkan. Pun, para mahasiswa di bidang pendidikan sudah banyak dapat petuah dari orang tua mereka sebelum saat mereka bersikeras memutuskan mengambil konsentrasi di bidang pendidikan.

“Jadi guru itu susah, gak ada duitnya

Aku hanya takut, orang – orang di masa depan akan takut menjadi guru. Bukan karena masalah gaji. Tapi karena takut diinjak harga dirinya oleh siswa dan para stakeholder di masa depan. Bagaimana kelak jika zaman 5G booming, karakter siswa akan benar – benar mati? 

Lalu, guru kena imbas nya.

“Bagaimana cara guru mendidik anak – anak ini?”

Ini adalah PR yang besar dan aku mulai merasakan keresahan itu saat ini.

Jadi, untuk siswa di masa depan. Coba tanyakan orangtua mu di masa depan, bagaimana cara mereka menghadapi gurumu di masa lalu. Jika mau jawaban yang lebih mencengangkan, coba tanya nenek atau kakek mu. Mereka pasti punya banyak hormat untuk guru yang masih tersimpan bahkan hingga saat ini. 

Guru adalah orang - orang yang punya dedikasi yang tinggi, untukmu yang memilih menjadi seorang dokter, polisi, pilot, wirausaha, pebisnis atau apapun


Untuk siswa di masa depan, belajarlah dari mereka di masa lalu untukmu di masa depan, supaya kami mudah – mudahan mampu mengemban amanah dengan sukacita dan ikhlas di masa mendatang



Komentar

  1. Semangat k'yohana...semoga mimpi menjadi guru akan tercipta kelak dimasa masa yg akan datang. Sungguh terharu dengan isi tulisannya kk. Semoga suatu saat anak2 yg telah kakak didik menginspirasi isi keluh kesah yg ada di selembar tulisan kakak. Tuhan Yesus Memberkati kk. ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahh, terima kasih untuk apresiasinya Riky. Aminn, Tuhan memberkati yaa :)

      Hapus
  2. Bisa ga sekarang aku booking untuk guru anakku nanti yohana?? 😄

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unimed x Unika : KKN di Dusun Nambadia

H i, readers! Kali ini saya akan berbagi pengalaman KKN (Kuliah Kerja Nyata) di desa sendiri, desa Sihotang Hasugian Tonga, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan. KKN di desa sendiri adalah salah satu bentuk respon Universitas Negeri Medan dalam upaya pencegahan penularan Covid-19. Awalnya, pilihan untuk KKN di desa sendiri bukanlah keinginan kami. Alasannya adalah KKN di desa sendiri tidak memerlukan adanya pengenalan awal dengan lingkungan dan masyarakat desa. Tidak perlu ada proses penyesuaian diri lagi, karena sudah terbiasa bersosialisasi dengan masyarakat di lingkungan desa. Hipotesis sederhananya adalah : Tidak ada kesan yang didapat dari KKN di desa sendiri. Hingga pada akhirnya kami menemukan banyak kesan yang cukup sulit untuk kami gambarkan.  Sebelumnya, saya akan memperkenalkan teman – teman anggota KKN Desa Sihotang Hasugian Tonga. Adapun tim KKN ini beranggotakan mahasiswa Universitas Negeri Medan dan Universitas Katolik Sumatera Utara. Hengki Irwanto

Pecha Kucha, Solusi Presentasi Efektif

Source: medium.com Hi, readers! Pernah merasa bahwa presentasi ide yang kita lakukan dalam bersama tim terasa kurang efektif dan tidak mendapatkan perhatian dari para pendengar, padahal kita sudah mempersiapkan diri dengan matang? Tiga faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat penasaran dan ketertarikan para pendengar terhadap informasi yang akan disampaikan adalah slide presentasi, waktu, dan cara penyampaian si pemateri/ presenter .  Untuk itu, agar tujuan presentasi dapat tercapai dan berlangsung dengan efektif, sangat diperlukan perpaduan dari ketiga poin yang sebelumnya saya sampaikan. Dalam artikel ini, saya ingin berbagi sebuah format presentasi yang bernama “Pecha Kucha”. Format presentasi ini pertama kali saya pelajari sekaligus terapkan dalam workshop 3 XL Future Leaders. Apa itu Pecha Kucha? Pecha Kucha secara sederhana disebut dengan chit – chat , sebuah format presentasi dengan penyampaian yang serba cepat, dimana terdapat 20 slide dan mas